Beranda | Artikel
Fiqih Seputar Shalat Isya dan Subuh
Senin, 11 Oktober 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Fiqih Seputar Shalat Isya’ dan Subuh ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 4 Rabi’ul Awal 1443 H / 11 Oktober 2021 M.

Download kajian sebelumnya: Waktu Shalat Isya’

Kajian Fiqih Seputar Shalat Isya’ dan Subuh

Mengakhirkan shalat isya’

Shalat isya’ termasuk di antara shalat yang disunnahkan untuk diakhirkan. Berbeda dengan shalat-shalat yang lainnya, dimana sunnahnya adalah dilakukan diawal waktu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ أَنْ يُؤَخِّرُوا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفِهِ

“Seandainya aku tidak hawatir memberatkan umatku, aku akan perintahkan mereka untuk mengakhirkan shalat isya’ sampai sepertiga malam atau sampai pertengahan malam.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Ini menunjukkan bahwa shalat isya’ itu lebih afdhalnya dilaksanakan di akhir waktu. Namun apabila masyarakat berat untuk menjalankan shalat isya’ di akhir waktu, maka sebaiknya tidak mengakhirkan shalat isya’. Yang lebih baik bagi masyarakat yang demikian adalah melakukan shalat isya’ di awal waktu. Karena apabila kita lakukan di akhir waktu, maka itu akan sangat memberatkan mereka. Itu juga akan menjadikan mereka tidak senang untuk shalat berjamaah shalat isya’ bersama kita. Sehingga jamaah yang ke masjid menjadi sedikit.

Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kadang-kadang melakukan shalat isya’ di awal waktu, juga kadang-kadang melakukan shalat isya’ di akhir waktu. Apabila beliau melihat para sahabat sudah berkumpul di awal waktu, maka beliau menyegerakan shalat isya’. Apabila beliau melihat para jemaah agak telat, maka beliau mengakhirkan shalat isya’.

Ini menunjukkan bahwa sebagai seorang imam kita harus memperhatikan keadaan makmum. Apabila para makmum berat menjalankan sesuatu yang paling afdhal, maka ada baiknya kita memilih tingkatan yang dibawahnya. Yang penting masih sesuai dengan tuntunan syariat. Ini untuk menjadikan hati kaum muslimin senang dengan ajaran Islam.

Dimakruhkan tidur sebelum shalat isya’

Menit ke-12:50 Selain dimakruhkan untuk tidur sebelum shalat isya’, kita juga dimakruhkan ngobrol (berbincang-bincang panjang lebar) setelah shalat isya’. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ وَالْحَدِيْثَ بَعْدَهَ

“Dahulu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak suka tidur sebelum isya’ dan beliau tidak suka ngobrol setelah shalat isya’.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena kalau kita tidur sebelum shalat isya’, bisa jadi kita tidak bangun kecuali setelah waktu shalat isya’ selesai.  Adapun dimakruhkannya gobrol setelah shalat isya’ adalah karena bisa jadi nanti akhirnya perbincangan kita panjang sekali sehingga akhirnya kita begadang. Ketika kita begadang maka dikhawatirkan nanti shalat subuhnya yang hilang, atau paling tidak menjadikan kita semakin sulit untuk shalat malam.

Hukum makruh ini bisa hilang ketika ada kebutuhan. Para ulama mengatakan bahwa tidak ada hukum makruh ketika ada kebutuhan untuk menjalankannya. Sehingga apabila pada keadaan tertentu kita membutuhkan obrolan setelah shalat isya’, maka menjadi tidak makruh. Misalnya ada permasalahan yang dihadapi oleh kaum muslimin akhirnya kita membuat rapat setelah shalat isya’, maka hukum makruhnya hilang karena adanya kebutuhan.

Para ulama memahami hukum ini juga berlaku pada hal-hal yang menjadikan seseorang mengakhirkan tidurnya. Hikmah dimakruhkannya berbincang-bincang setelah shalat isya’ adalah akan mempersulit shalat malam atau bahkan shalat subuhnya hilang. Sehingga semua perbuatan yang menjadikan tidur seseorang mundur setelah shalat isya’, maka hukumnya mengambil hukum berbincang-bincang shalat shalat isya’.

Oleh karena itu setelah shalat isya’ kita dianjurkan untuk segera tidur. Ini juga sangat sesuai dengan ilmu kesehatan. Kita sangat dianjurkan untuk tidur di awal malam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam suri tauladan kita dalam masalah ini.

Shalat Subuh

Menit ke-25:13 Shalat subuh disebut juga sebagai shalat fajar, shalat ghodah. Tiga nama ini sebenarnya berkaitan dengan nama waktunya. Dikatakan shalat subuh karena waktunya adalah pagi hari. Sedangkan fajar yang dimaksud adalah fajar shadiq, yaitu karena shalat ini waktu masuknya adalah ketika fajar shadiq. Adapun shalat ghodah karena waktunya pagi hari.

Waktu awal dan akhir shalat subuh telah disepakati oleh  kaum muslimin, tidak ada kilaf dalam masalah ini. Awal waktu subuh adalah terbitnya fajar shadiq. Fajar shadiq ditandai dengan garis putih mendatar di ufuk. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“Sampai jelas kepada kalian benang putih dari benang hitamnya…” (QS. Al-Baqarah[2]: 187)

Kata-kata dalam ayat ini adalah “benang”, yang biasanya benang itu tipis. Itulah fajar masuknya shalat subuh.

Dizaman kita terbitnya fajar shadiq sulit dilihat dengan mata telanjang. Hal ini karena banyaknya polusi cahaya. Fajar shadiq akan mudah terlihat ketika langit gelap gulita.

Adapun waktu berakhirnya shalat subuh adalah dengan terbitnya matahari. Ini juga disepakati oleh para ulama.

Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah dari sisi apakah disunnahkan untuk dilakukan diawal waktu ataukah disunnahkan untuk dilakukan di akhir waktu. Khilaf terjadi antara ulama-ulama dari mazhab Hanafi dengan ulama-ulama dari mayoritas madzahab yang lainnya. Dua pendapat ini ada dalilnya masing-masing.

Simak penjelasannya pada menit ke-33:02

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50847-fiqih-seputar-shalat-isya-dan-subuh/